Selasa, 11 Desember 2012

Lazuardi dan Samudra

Ini bukan merupakan tulisan saya, ini saya ambil dari catatan seorang teman dan dia juga mencuplik dari "Sutardji C. Bachri- SATU", berkali-kali saya membaca tulisan ini, saya suka, mengena dan saya putuskan untuk menuliskan di blog saya. Dulu saya bukanlah seseorang yang terlalu memperhatikan dan menyukai sastra, namun karena sering baca tulisan kakak dan seorang teman yang saya kagumi juga sering menggunakan sastra dalam surat-suratnya saya pun sedikit mempelajari sastra, dan yang terakhir kali adalah saya tertarik dengan blog seorang sasatrawan yang pada gilirannya memotivasi saya untuk membuat blog ini. Ini dia, Sutardji C. Bachri- SATU


Lazuardi dan Samudera kembali bersua di penghujung cakrawala.
Mengabur jarak, hingga tak ada batas di antara keduanya.
Menyesap senja diantara anyir air laut bergemuruh sendu.

Lazuardi : "Kenapa kau begitu relanya memantulkan wujudku pada dirimu?”
Samudera: "karena itu refleksi.”
Lazuardi : “Lalu, kenapa kau tak tunjukan saja dirimu sendiri, warnamu sendiri? Kurasa itu tak salah dan tak dosa .”
Samudera: “Karena itu caraku menunjukan jati diriku. Kau adalah diriku, begitupun yang lainnya,” tersenyum, menatap semburat jingga Sang Senja.
Lazuardi : “Bodoh. Entah siapa yang bodoh diantara kita? Seandainya saja aku bisa menginterpretasikan semua ini..” menghela napas..

Samudera menatap dan menggenggam tangan Lazuardi lekat.
"Terkadang ada beberapa hal di dunia ini yang tak perlu kau pikirkan. Cukup nikmati saja, pahami, dan rasakan hembusannya dalam-dalam. Karena didalammu adalah bersemayam segala ketidakpastian, dan didalam-Nya bermuara segala kekekalan”
Lazuardi : “Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan, tapi terimakasih ..!”
Samudera: “Untuk apa?”
Lazuardi : “Karena kau selalu menyempatkan diri bersamaku di cakrawala ini. Mempersempit  tabir hingga aku dapat menyentuh mayamu sebelum lelap berganti. Entah apa yang harus ku hibahkan padamu? Entah…”
Samudera: “Tidak perlu berterimakasih.. Memang sudah seharusnya seperti itu, karena kita adalah satu. Dirimu adalah diriku. Begitupun aku yang juga dirimu.”
Lazuardi : “Lalu, apa yang harus ku hibahkan padamu?” suaranya kembali menaik.
Samudera: “Bahagialah selalu. Itu bayaran yang cukup bagiku,,”
Lazuardi : “Apa bisa?”
Samudera: “Aku ada untuk kau gunakan.”
Lazuardi : “Aneh. Kenapa aku harus melakukannya? Kenapa?!”
Samudera: “Karena aku tak ingin melihat duka menyertaimu. Kau adalah diriku, begitupun sebaliknya. Kau hanya perlu percaya. Bahwasanya yang tertusuk padamu, berdarah padaku .. Tapi yang lebam membiru padaku, tak perlu ngilu padamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar